Minggu, 22 Juli 2018

Mama #1




Di jumlah usia ke 21 harusnya aku bisa lebih dewasa,  dan memang sudah seharusnya. Kau memintaku untuk segeralah menjadi dewasa, tapi Ma.. sungguh aku tidak ingin menjadi dewasa. Karena jika dewasa menurut pandangmu, aku sadar itu artinya kau akan tenang untuk meninggalkanku. Walau sebenarnya tak terlihat, aku sadar bahwa yang kau tunggu adalah diriku. Di usiamu sekarang, mungkin semua keinginan dan pencapaianmu telah terpenuhi. Sehingga kau tak seenergik dulu karena ambisi-ambisi di masa mudamu telah tercapai. Sebenarnya diam-diam aku pun berusaha bersikap dewasa atas semua ini, namun aku berusaha tetap seperti putri kecilmu di hadapanmu. Tetapi sepertinya kau pun juga dapat melihat dan merasakan sudah sematang apa diriku. Karena semua ini bukan hanya sebatas yang terlihat dalam sekejap mata, entah dengan matamu yang keberapa kau dapat melihatnya. Keinginanku jelas, aku tidak ingin buru-buru dewasa. Aku masih ingin bersamamu, aku masih membutuhkan bimbinganmu, aku masih perlu banyak belajar darimu. Dan..... juga karena aku masih belum membuatmu bangga terhadapku. Entah mungkin dengan memilikiku saja kau sudah bangga atau malah sebaliknya, yang katanya setiap orang tua akan bangga terhadap anaknya entah bagaimana pun anak itu. Ma.. bagiku, aku belum bisa membanggakanmu. Aku belum bisa membuatmu menjadi orang tua yang tersenyum bangga di bangku penonton untuk melihat anaknya menjadi salah satu wisudawan terbaik. Walau tak kau tunjukkan, aku dapat menyaksikan betapa bangganya dirimu melihat Kakak menjadi salah satu diantaranya. Sejak itu pun aku bertekad untuk membuatmu merasakan itu lagi, bahkan lebih. Namun, sepertinya harapan itu pupus bahkan lebih buruk. Ma... aku juga tak tahu, mengapa semuanya terasa sulit L . Tapi senyummu tetap tegar dan menerimaku. Kau tak pernah menuntut banyak, tapi aku tahu sebenarnya yang kau mau. Kau tak ingin menuntut banyak karena tak ingin melihat anakmu terbebani dengan permintaanmu, kau ingin anak-anakmu berkembang atas dasar kesadaran mereka sendiri.
Kau mungkin terlihat keras, tetapi dengan itulah cara kau menyayangi kami. Kau segalanya bagiku, ibu sekaligus ayah. Kehilangan ayah diusia kecil memang tidak mengenakkan, tetapi sepertinya Tuhan memang sudah mempersiapkan hal ini matang-matang karena Ialah sebaik-baiknya pembuat skenario kehidupan. Sejak dulu pun kau telah menjadi sosok ibu sekaligus ayah yang kuat, bahkan sebelum kepergiaan suamimu. Bahkan di masa mudamu, kau adalah sosok yang sangat kuat. Kekuatan dan kehebatanmu tak akan cukup diceritakan dalam selembar kertas. Hidupmu menginspirasiku, aku ingin menjadi sepertimu. Tapi aku ragu, aku mungkin takkan sekuat dan sehebat dirimu. Dalam mencari pasangan pun, bahkan aku ingin sosok yang seperti dirimu dalam tubuh laki-laki...... -berlanjut-