Rabu, 28 Desember 2011

Ceritaku


27 Oktober 2011

Pagi ini seperti hari biasanya  sebelum jam 7 pagi ku kayuh sepedaku ke  arah timur. Tapi kali ini bukan menuju sekolah, rute lebih jauh beberapa meter lagi ke timur. Dengan melawan arus, yang sebagian besar menuju arah barat. Aku ragu, apakah memang benar ke arah ini. Serta  tak kulihat jua satu pun penduduk sekolahku yang menuju arah sama sepertiku. Hanya adik kelas, tapi tentu saja berlwanan arah denganku. Hingga beberapa saat, ku lihat segerombolan anak yang ku kenal dari kejauhan. Wah, untung saja tidak salah. Lalu ku sapa mereka, “Kembar!”. “Ya!” gerombolan itu menjawab sambil melambaikan tangan.  Lalu ku lanjutkan perjalanan, hampir sampai di tempat tujuan. Seorang yang bertubuh tegap, sedang mengawasi di depan gerbang. Sambil melihatku lalu ia berkata, “Bagus ya. Jalannya lewat kiri terus!” dan aku balas kata-kata itu dengan wajah yang nyengir. Maksudnya adalah menyidir diriku, yang dari tadi bersepeda di sisi kanan. Karena jarak yang tidak terlalu jauh dengan hati-hati aku bersepada di sisi kanan. Karena menurutku menyeberang resikonya besar, dan tidak efisien. Ups, yang ini jangan ditiru ya. Sambil menunggu acara untuk memotivasi anak-anak kelas IX untuk menghadapi ujian. Aku duduk-duduk sebentar di dekat teman-temanku, sambil melanjutkan membaca novel yang mengingatkanku pada seseorang.
            Acara sudah dimulai, diawali dengan duduk yang berpindah-pindah. Awalnya aku dan teman-teman sepakat duduk di depan tapi pak guru memberitahukan kalau laki-laki duduk di depan. Oke oke. Acara dengan khidmat kami ikuti, sampai menuju istirahat sebelumnya kami diajak untuk menutup mata membayangkan sesuatu. Hingga akhirnya kami semua meneteskan air mata bahkan guru-guru juga. Setelah itu sambil membuka mata, kami saling bermaaf-maafan. Lebih syahdu daripada syawalan. Entah, rasanya dari hati yang paling dalam. Melihat saat-saat seperti ini, aku berpikir bagaimana jika ku jadikan saat-saat seperti ini untuk berdamai dengan teman lama. Yang sudah lama terjadi perang dingin di antara kami. Sebelumnya saat syawalan kami juga berjabat tangan tapi hanya jabatan yang melibatkan fisik bukan dari hati. Walau sebernarnya saat syawalan ku berharap kami dapat berteman lagi. Tapi entah, hatiku sebenarnya memberontak. Ingin seperti dulu menjadi sobat karib yang sangat dekat. Dulu juga pernah saat mementaskan drama, kami seolah terlihat biasa saja. Terlihat begitu dekat, karena peran yang kami mainkan. Lepas dari itu perang dingin masih tetap berlanjut.