Cantik... untuk beberapa jam :)
Sabtu, 31 Desember 2011
Rabu, 28 Desember 2011
Ceritaku
27 Oktober 2011
Pagi ini seperti hari biasanya sebelum jam 7 pagi ku kayuh sepedaku ke arah timur. Tapi kali ini bukan menuju
sekolah, rute lebih jauh beberapa meter lagi ke timur. Dengan melawan arus,
yang sebagian besar menuju arah barat. Aku ragu, apakah memang benar ke arah
ini. Serta tak kulihat jua satu pun
penduduk sekolahku yang menuju arah sama sepertiku. Hanya adik kelas, tapi
tentu saja berlwanan arah denganku. Hingga beberapa saat, ku lihat segerombolan
anak yang ku kenal dari kejauhan. Wah, untung saja tidak salah. Lalu ku sapa
mereka, “Kembar!”. “Ya!” gerombolan itu menjawab sambil melambaikan
tangan. Lalu ku lanjutkan perjalanan,
hampir sampai di tempat tujuan. Seorang yang bertubuh tegap, sedang mengawasi
di depan gerbang. Sambil melihatku lalu ia berkata, “Bagus ya. Jalannya lewat
kiri terus!” dan aku balas kata-kata itu dengan wajah yang nyengir. Maksudnya
adalah menyidir diriku, yang dari tadi bersepeda di sisi kanan. Karena jarak
yang tidak terlalu jauh dengan hati-hati aku bersepada di sisi kanan. Karena
menurutku menyeberang resikonya besar, dan tidak efisien. Ups, yang ini jangan
ditiru ya. Sambil menunggu acara untuk memotivasi anak-anak kelas IX untuk
menghadapi ujian. Aku duduk-duduk sebentar di dekat teman-temanku, sambil melanjutkan
membaca novel yang mengingatkanku pada seseorang.
Acara
sudah dimulai, diawali dengan duduk yang berpindah-pindah. Awalnya aku dan
teman-teman sepakat duduk di depan tapi pak guru memberitahukan kalau laki-laki
duduk di depan. Oke oke. Acara dengan khidmat kami ikuti, sampai menuju
istirahat sebelumnya kami diajak untuk menutup mata membayangkan sesuatu.
Hingga akhirnya kami semua meneteskan air mata bahkan guru-guru juga. Setelah
itu sambil membuka mata, kami saling bermaaf-maafan. Lebih syahdu daripada
syawalan. Entah, rasanya dari hati yang paling dalam. Melihat saat-saat seperti
ini, aku berpikir bagaimana jika ku jadikan saat-saat seperti ini untuk
berdamai dengan teman lama. Yang sudah lama terjadi perang dingin di antara
kami. Sebelumnya saat syawalan kami juga berjabat tangan tapi hanya jabatan
yang melibatkan fisik bukan dari hati. Walau sebernarnya saat syawalan ku
berharap kami dapat berteman lagi. Tapi entah, hatiku sebenarnya memberontak.
Ingin seperti dulu menjadi sobat karib yang sangat dekat. Dulu juga pernah saat
mementaskan drama, kami seolah terlihat biasa saja. Terlihat begitu dekat,
karena peran yang kami mainkan. Lepas dari itu perang dingin masih tetap
berlanjut.
Senin, 31 Oktober 2011
Pendorong Semangatku
Aku lelah. Bingung. Frustasi. Galau. Senang bagai melayang di udara. Mungkin kata-kata itulah yang tepat untuk menggambarkan suasana hatiku. Suasana hati seorang anak manusia yang menjalani fase terpenting dalam hidupnya. Kehidupan remaja.
Entah mengapa, memasuki masa ini perjuanganku terasa semakin berat. Seperti melewati batas kemampuan yang ku bisa. Ingin aku segera melewati masa ini dan segera dewasa. Tetapi, orang dewasa bilang masa remaja adalah masa yang paling indah yang harus dinikmati dan mereka rasanya ingin kembali sebagai remaja lagi. Tak tahu mengapa, memang itulah remaja. Indah dan menyenangkan serta sedih memilukan. Inilah fase yang paling indah untuk diceritakan pada anak cucu saat tua nanti. Kembali ke masalah ‘mengapa masa remaja terasa semakin berat’. Memang sewaktu menduduki sekolah dasar aku dan teman-teman yang lain juga bersaing ketat, mencoba meraih sebuah peringkat. Mungkin karena godaan anak SD dan SMP jauh lebih beragam SMP. Waktu sekolah dasar godaan yang terberat adalah bermain game atau yang lebih tepatnya ketagihan sehingga tidak fokus dalam pelajaran. Semua godaan itupun dapatku halau. Yaa hasilnya lumayan dan bisa untuk dibanggakan.
Dan mampu untuk mendaftarkan diri ke sekolah yang menjadi idaman semua orang. Yang terkenal dengan mutu pendidikan yang super dan difasilitasi alat bantu pembelajaran yang lengkap. Begitu memasuki sekolah ini mataku terbuka lebih lebar, para pesaing semakin banyak. Dan rasanya aku bukanlah tandingan yang tepat. Rasanya masih jauh. Aku berusaha lebih keras. Sepertinya sekolah hanya mengenal mereka yang dapat memberikan piala untuknya. Jujur, sampai saat ini belum pernah aku mendapat suatu piala untuk dipajang di rumah. Pernah mendapat sekali, tetapi itu juga berkelompok tiada piala yang ku dapat untuk diri sendiri. Walaupun begitu, bukan berarti aku tidak pernah mendapat juara. Sudah banyak lomba yang ku ikuti, sering pula aku menang. Yang ku dapat hanyalah setumpuk buku tulis. Sampai-sampai buku tulis kosong menggunung. Tapi itu bukan piala. Aku mencoba mengambil hikmah di baliknya. Setiap kenaikan kelas tidak perlu merepotkan orang tua untuk membeli buku. Hehehe…
Langganan:
Postingan (Atom)