Kamis, 23 Agustus 2012

Tak Berjudul


Untitled
Di sepertiga malam Vina mulai terjaga. Dengan segenap tenaga ia kumpulkan semua nyawanya yang tadi sempat terbawa ke alam mimpi. Dan berlalu menuju kamar mandi. Lalu, kembali ke kamarnya. Sambil bersimpuh di depan meja belajar lipat, ditemani PR dan tugas sekolah serta segelas kopi hangat.  Vina mulai membuka laptop di hadapannya. Jemarinya pun berdansa, menekan huruf-huruf pada keyboard. Tak ada orang lain selain dirinya yang terjaga. Hanya suara jangkrik samar-samar berbunyi. Sesekali terdengar bunyi kendaraan lewat di jalan raya depan kompleknya. Serta suara jarum jam yang lebih mendominasi. Sambil larut dalam tugas, sesekali ia teguk kopi hangatnya yang berangsur dingin. Satu detik, satu menit, satu jam… dua jam…
            “Hwam… akhirnya satu perkara selesai!”  diucapkan Vina sambil mengangkat kedua tangan dan membusungkan dadanya.
            Sudah menjadi kebiasaannya agar tidak menunda jadwal pengumpulan tugas. Harus bisa membagi waktu antara sekolah dan latihan. Akhir-akhri ini memang kegiatan Vina menjadi lebih padat. Sepulang sekolah yang biasanya dilanjutkan dengan les atau tes pendalaman materi kini disambung lagi dengan latihannya. Kejuaraan itu semakin dekat, ia bersama teman-temannya berlatih keras untuk mempersembahkan yang terbaik. Inilah kejuaaraan yang telah dijanjikan pelatihnya berbulan-bulan lalu. Kali pertama juga Vina mengikuti kejuaraan ini. Dunia baru yang baru ia selami ketika masih seumur jagung memakai seragam biru putih yang sebentar lagi akan menjadi kenangan.
            Fajar menjelang, ia pun mempersiapkan diri meyongsong masa depannya di sekolah. Dengan sigap meyiapkan jadwal pelajaran lalu bergegas mandi. Setelah sarapan dan pamitan dengan bundanya. Vina langsung meluncur bersama cylin, kendaraan roda dua berwarna putih. Dikayuhnya dengan lihai. Sejurus kemudian gerbang sekolah telah berada di hadapannya. Ia lalu turun dan menuntun cylin hingga parkiran. Sambil memeriksa lagi kerapian dirinya, ia mendapati bagian ujung tangan seragamnya terlepas dari kancingan. Tetap berjalan sambil mata yang terus fokus pada tangan, tiba-tiba ia menghantam sesuatu. Bruk…
            “Aduh!”
            Suara yang berat itupun mengaduh. Vina pun mengangkat kepalanya, pandangannya yang berjalan dari bawah hingga atas tertahan pada satu titik. Seseorang bertubuh tegap, dan lebih tinggi darinya sedang berdiri di hadapannya. Wajahnya yang terlihat segar dan putih serta hidung yang mancung dan alis yang tidak terlalu tebal serta mata yang agak sipit. Memperlihatkan ketampanannya. Vina pun terkejut ketika seseorang dari belakang mengagetkannya. Belum sempat ia meminta maaf pada seseorang yang mengenakan seragam putih abu-abu yang dibalut dengan almamater yang elegan. Pria itupun segera berlalu dengan gulungan kertas putih yang digenggamnya.
“Hei, Vin!” dengan suara sedikit menekan dan siku yang menyenggol lengan Vina.
“Ah, elu Ni! Ngagetin gue aja, jatung gua mau copot nih!” respon Vina sedikit kesal.
“Ya mohon mangap.” Jawab Yuni terkekeh.
“Yuk cepetan masuk kelas. Hari ini kan ulangan!” dengan meletakkan tanganya di pundak Vina, Yuni menggiring Vina menuju kelas.
“Wak! Serius lu? Ulangan? Matika? Jam pertama?” tuding Vina pada Yuni.
“Iyaaaa Mbaaak Vina! Lu lupa yah ada ulangan?”
Dengan wajah masam Vina mengangguk.
“Alah, tenang aja. Lu kan pinter. Pasti bisa kok!” support Yuni.
“Semoga aja. Ya Tuhan tolong hamba-Mu yang malang ini!” batin Vina dengan sungguh-sungguh diakhri menyapukan kedua tangan ke wajahnya.
            Akhirnya kegiatan sekolah usai. Berakhir pukul 15.30. berjalan berdampingan Vina dan Yuni berajalan di koridor sekolah. Menuju gor sekolah
“Eh gimana ulangan pagi tadi? Lancarkan?” tanya Yuni.
“Iya lancar.” Jawab Vina datar.
“Katanya udah selesai dikoreksi!”
Vina diam saja tak bersemangat. Tak tahu harus bagaimana.
“Eh itu Pak Rudi!” tunjuk Yuni dan menarik tangan Vina. Berlari menghampiri Pak Rudi.
Vina pun pasrah saja.
“Sore Pak!” sapa Yuni, dan Vina menyapa dengan senyum manisnya.
“Ya sore. Kok kalian belum pulang?”
“Ada latihan silat Pak!” jawab Yuni
“Oh!”
“Eh iya Pak boleh lihat hasil ulangan pagi tadi gak?”
“Besok aja ya. Bareng sama temen-temen yang lain!” larang Pak Rudi.
“Yah Pak. Nanti kepikiran terus, lalu kebawa mimpi. Terus yang lain jadi nggak konsen. Terus masak harus nunggu dua hari lagi?” rayu Yuni.
“Hmm… kamu ini ada-ada saja alasannya!” ujar Pak Rudi sambil menggeleng sedikit.
“Boleh.. Ya Pak…Ya Pak…!” dengan wajah sedikit memelas yang dibuat-buat Yuni merayu gurunya itu.
“Oke. Tapi jangan lama-lama ya. Nih!” sambil menyerakan pada muridnya ini.
“Yey, Pak guru emang teopebegete!” sambil menebarkan senyummnya Yuni menerima secarik kertas dari tangan gurunya.
“Apaan tuh teopebegete?” heran Pak Rudi.
“Top banget Pak!”
            Vina yang dari tadi mematung kini terpancing jua untuk melihat hasilnya. Lalu telunjuknya berhenti. Vina Aryani Saputri. 98. Yuni Rahmawati 96. Vina pun tersentak kaget.
“Terima kasih ya Tuhan atas rahmat-Mu!” ucapnya syukur pada Tuhan.
“Tuh gua bilang apa! Lu emang cerdas Vin!”
Vina mejawab dengan seyum manisnya sesaat. 
“Terima kasih ya Pak! Pergi dulu. Permisi!” mereka pun meneruskan perjalanan menuju gor sekolah.
            Sampai di depan pengumuman.
“Eh… stop stop dulu!” tahanYuni. Vina hanya mengikuti tingkah temannya yang hiper ini.
“Nih poster, warnanya ngejreng amat.” Sambil meneliti isinya lalu diam sesaat.
“Nah!” suaranya yang keras mengejutkan Vina yang dari tadi meleparkan pandangannya ke lapangan basket.
“Vin liat deh, ni baru ada pengumumannya. Tinggal dua minggu lagi mulai turnamennya!”
Sontak Vina pun terpancing lagi untuk memperhatikan.
“Harus cepet-cepet omong ma pelatih ni! Eh ya temen-temen yang lain dah sms ni cepetan latihannya katanya. Ayo buruan!” kata pertama yang dikelurakan Vina. Lalu mereka berlali
---
            Hari yang H datang jua. Setelah berbagai kerepotan mengurusi persyaratan dan lelah mengahampiri. Vina dan teman-temanya menguatkan diri.
“Jangan lupa, jaga kesehatan ya prend!” ingatkan Puput pada kawan-kawannya.
            Kembali malamnya Puput memberi pesan, siang hingga malam mereka akan di sana bertanding. Vina, Rini, dan Yuni masih berdegup kencang jantungnya. Hal baru, tantangan pertama yang akan mereka hadapi dalam tiga hari. Akhirnya Tuhan menginzinkan, mereka dipercaya untuk mengahadapi. Setelah dua tahun memasuki dunia persilatan. Berseberangan dengan Puput yang telah makan asam garamnya kegiatan semacam ini.
---
“Kita ke sana naik apa?” cemas Yuni.
“Entar, dari sekolah ada yang nganter kok!” jawab Puput tenang.
“Nah, tuh… ada kendaraannya!” tuding Rini.
“Ya udah, tunggu apa lagi. Cepat naik, sebelum ketinggalan upacara pembukaan!” perintah Puput. Lalu segerombolan gadis itu meluncur ke tempat pertandingan.
            Mereka mengurusi ini itu sendiri. Hanya sedikit saran pelatih dan keikut sertaan perannya. Sampai di kawasan pertandingan. Suasana riuh dengan suara pecing yang ditendang, semua peserta sibuk mempersiapkan diri. Melatih tendangan, pukulan jurus terbaik mereka. Segerombolan gadis yang masih asing dengan tempat itu mengambil tempat di sudut ruangan. Duduk berjejer, bersandar di dinding. Bagai anak ayam kehilangan induknya mereka berlatih sendiri. Pelatih yang sekaligus menjabat sebagai menejer mereka sedang menjadi juri.
“Adoohh… laper banget!” jerit Yuni sambil memegangi perutnya.
“Iya nih, prihatin banget deh kita ni!” Rini menambahi.
Kawan-kawan yang lain juga mengangguk dan diam. Setuju dengan pendaapat kedua temannya. Tiba-tiba seseorang yang bertubuh tegap dengan wajah tampannya, tak asing lagi bagi Vina berdiri di depan mereka. Lalu menyapa lembut…
“Hei.. kalian dari SMP 1 Jaya? Anak buahnya Bang Tio?”
“He eh” dengan terpaksa mereka mengangguk, apa-apaan anak buahnya bang Tio.
“Aku dimintai buat dampingin kalian di sini.” Ujarnya dengan mata yang indah.
            Selama pertandingan berjalan mereka didampingi pria yang dipanggil oleh teman-temannya Arsya. Yuni, Rini, Vina dan Puput bergantian bertanding. Dengan jenis kejuaraan yang berbeda pula satu persatu maju bergantian. Tinggallah Vina dan bang Asrya mendukung teman-teman yang lain dari kejauhan.  Teriakan yang menghebohkan.
“Eh, iya kak. Yang tempo hari saya tabrak Kakak kan?”
“Yang mana?” ucap Arysa yang masih melihat ke arah arena pertandingan.
“Yang nggak sengaja ketabrak itu lo!” perjelas Vina.
“Oh itu. Kamu ya ternyata!” barulah bang Arsya mengadapkan padangannya ke Vina dan mereka saling bertemu pandang.
“Hehehe.. iya. Maaf ya nggak sengaja. Mau minta maaf tapi Kakak udah bablas duluan!”
“Ya nggak apa-apa. Aku juga kemarin lagi buru-buru. Cuma ngaterin poster tentan lomba ini aja kok!” lalu ia lemparkan pandangannya ke arena pertadingan begitu juga Vina.
“Hm.. Kak bentar lagi aku maju, dukung aku ya! Pelatihku nggak tanggung jawab nih nggak kasih support !”mulai berdiri dan menginggalkan bang Arsya.
“Ok. Aku dukung kok pastinya!” sambil mengepalkan tangannya di depan dada.
---
“Huft.. akhirnya tiga hari bersakit-sakit selesai juga.”
“Iya rampung juga tapi rempong deh boookk…!” usil Yuni menirukan aksen dan gaya seorang waria.
“Tapi kan kalian udah dapet oleh-oleh buat dibawa pulangkan?” hibur bang Arysa.
“Iya sih, tapi masa bang Tio nggak kasih selamat?” tanya Vina kesal.
“Tenang dia kasih selamat kok. Coba buka hp kalian masing-masing!”
“Eh iya, ada sms ucapan selamatnya” ujar Vina. Dan yang lain berkata dan mendapat sms yang sama.
“Setelah ini kita makan-makan. Sebagai hadiah atas kemenangan kalian!”
Serontak mereka berlompatan kegirangan.
“Terima kasih ya Kak Arysaaa…” ucap mereka kompak.
            Satu pelajaran lagi bagi Vina kesungguhan akan bebuah manis. Lalu diam-diam hatinya mulai begetar ketika bang Arysa memanggilnya. J
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar