Sore itu aku dan Kia duduk bersebelahan di atas kursi kayu panjang di pinggir jalan, sambil menunggui bapak tukang tambal ban memperbaiki ban motorku. Tiba-tiba Kia bertanya padaku, “Lalu
apa yang ingin kamu lakukan sekarang?”
Aku yang duduk tepat di
sampingnya yang sedari tadi melempar pandang kosong ke jalanan menjawabnya, “ Sekarang
aku memfokuskan pikiranku untuk menyelesaikan pendidikanku yang tengah ku
jalani saat ini agar aku bisa segera beralih untuk melangkah menuju episode
hidupku yang baru. Masih banyak mimpi-mimpi besarku yang harus ku kejar..”
“Good! Build your skill and capability, then man will take a line! Udah…perasaan
kaya gini juga bakalan hilang dengan sendirinya kok. Kamu hanya belum menemukan
atau mungkin sebenarnya sudah ada tetapi kamu masih terjebak dengan masalalu
dan enggan mencoba hal baru?”
Aku hanya membalasnya dengan
senyum tipis dan kembali terdiam tenggelam dalam kalutnya pikiran. Jika keadaan
sudah begini, aku selalu berusaha membawa semua logika-logikaku muncul. Aku percaya
di luar sana, entah sekarang dimana tetapi suatu saat aku pasti akan
dipertemukan dengan seseorang yang pantas untuk ku percayakan hatiku padanya. Dan
hanya aku satu-satunya.
Mungkin aku bisa percayakan seseorang
yang tidak membuatku sebagai pilihan, karena aku bukanlah pilihan! Jika boleh
sombong, aku akan menyebut diriku perjuangan.
Hh.. mungkin akan ada yang berkata, “Siapa
dirimu sehingga layak untuk diperjuangkan?!”
Ya aku iyalah aku, aku sendiri
tengah berjuang untuk membahagiankan diriku, pun tak ku biarkan orang lain
untuk menghancurkan dengan mudahnya. Aku bisa mengerjakan apa saja dan menyapa
semua orang dengan hati. Namun untuk siapa aku berikan hatiku tidak akan semudah itu. Semua
perjalanan yang ku alami telah menjadi bekalku untuk berhati-hati untuk
benar-benar memberikan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar